Karakteristik
Budaya Organisasi
Robbins (2007),
memberikan 7 karakteristik budaya sebagai berikut :
1) Inovasi dan
keberanian mengambil resiko yaitu sejauh mana karyawan diharapkan didorong
untuk bersikap inovtif dan berani mengambil resiko.
2) Perhatian
terhadap detail yaitu sejauh mana karyawan diharapkan menjalankan presisi,
analisis, dan perhatian pada hal-hal detil.
3) Berorientasi pada hasil yaitu sejauh mana
manajemen berfokus lebih pada hasil ketimbang teknik atau proses yang digunakan
untuk mencapai hasil tersebut.
4) Berorientasi
kepada manusia yaitu sejauh mana keputusan-keputusan manajemen mempertimbangkan
efek dari hasil tersebut atas orang yang ada di dalam organisasi.
5) Berorientasi
pada tim yaitu sejauh mana kegiatan-kegiatan kerja diorganisasi pada tim
ketimbang individu-individu.
6) Agresivitas
yaitu sejauh mana orang bersikap agresif dan kompetitif ketimbang santai.
7) Stabilitas
yaitu sejauh mana kegiatan-kegiatan organisasi menekankan dipertahankannya
status quo dalam perbandingannya dengan pertumbuhan.
Budaya
organisasi adalah sebuah sistem makna bersama yang dianut oleh para anggota
yang membedakan suatu organisasi dari organisasi-organisasi lainnya. Sistem
makna bersama ini adalah sekumpulan karakteristik kunci yang dijunjung tinggi
oleh organisasi.
Fungsi Budaya Organisasi
Budaya
organisasi memiliki fungsi yang sangat penting. Fungsi budaya organisasi adalah
sebagai tapal batas tingkah laku individu yang ada didalamnya.
Menurut Robbins
(1996 : 294), fungsi budaya organisasi sebagai berikut :
1.Budaya
menciptakan pembedaan yang jelas antara satu organisasi dan yang lain.
2.Budaya membawa
suatu rasa identitas bagi anggota-anggota organisasi.
3.Budaya
mempermudah timbulnya komitmen pada sesuatu yang lebih luas daripada
kepentingan diri individual seseorang.
4.Budaya
merupakan perekat sosial yang membantu mempersatukan organisasi itu dengan
memberikan standar-standar yang tepat untuk dilakukan oleh karyawan.
5.Budaya sebagai
mekanisme pembuat makna dan kendali yang memandu dan membentuk sikap serta
perilaku karyawan.
Pedoman Tingkah Laku
Tingkah laku
merujuk kepada tindakan atau tindak balas sesuatu objek atau organisma,
biasanya sehubungan dengan persekitarannya. Ia bersifat:
1.
Sedar atau separa sedar
2. Nyata atau terselindung
3. Rela atau tidak
4. Sejadi atau dipelajari.
Tingkah laku
haiwan dikawal oleh sistem endokrin dan sistem saraf, dengan kerumitannya
bergantung kepada kekompleksan sistem sarafnya. Umumnya, organisma yang
mempunyai sistem saraf yang kompleks lebih berupaya mempelajari gerak balas
yang baharu dan justera, dapat menyesuaikan tingkah lakunya.
Apresiasi Budaya
Penghargaan dan pemahaman atas suatu hasil
seni atau budaya.
Apreciate is
to judge the value of; to feel that a thing is good and understand in what way
it is good ( Michael
Philip West, cs : The new Methode English Dictionary) dan Sudah ada
dalam jiwa manusia sejak lahir
serta harus
ditumbuhkan dan ditingkatkan secara terus menerus dengan baik.
Hubungan Etika Dan Budaya
Hubungan antara Etika dengan Kebudayaan : Meta-ethical
cultural relativism merupakan cara pandang secara filosofis yang yang menyatkan
bahwa tidak ada kebenaran moral yang absolut, kebenaran harus selalu
disesuaikan dengan budaya dimana kita menjalankan kehidupan soSial kita karena
setiap komunitas sosial mempunyai cara pandang yang berbeda-beda terhadap
kebenaran etika.
Etika erat
kaitannya dengan moral. Etika atau moral dapat digunakan okeh manusia sebagai
wadah untuk mengevaluasi sifat dan perangainya. Etika selalu berhubungan dengan
budaya karena merupakan tafsiran atau penilaian terhadap kebudayaan. Etika
mempunyai nilai kebenaran yang harus selalu disesuaikan dengan kebudayaan
karena sifatnya tidak absolut danl mempunyai standar moral yang berbeda-beda
tergantung budaya yang berlaku dimana kita tinggal dan kehidupan social apa
yang kita jalani.
Baik atau
buruknya suatu perbuatan itu tergantung budaya yang berlaku. Prinsip moral
sebaiknya disesuaikan dengan norma-norma yang berlaku, sehingga suatu hal
dikatakan baik apabila sesuai dengan budaya yang berlaku di lingkungan sosial
tersebut. Sebagai contoh orang Eskimo beranaggapan bahwa tindakan infantisid
(membunuh anak) adalah tindakan yang biasa, sedangkan menurut budaya Amerika
dan negara lainnya tindakan ini merupakan suatu tindakan amoral.
Suatu premis
yang disebut dengan “Dependency Thesis” mengatakan “All moral principles derive
their validity from cultural acceptance”. Penyesuaian terhadap kebudayaan ini
sebenarnya tidak sepenuhnya harus dipertahankan dan dibutuhkan suatu
pengembangan premis yang lebih kokoh.
Pengaruh Etika Terhadap Budaya
Etika seseorang dan etika
bisnis adalah satu kasatuan yang terintegrasi sehingga tidak dapat dipisahkan
satu dengan yang lainnya, keduanya saling melengkapi dalam mempengaruhi
perilaku antar individu maupun kelompok, yang kemudian menjadi perilaku organisasi
yang akan berpengaruh terhadap budaya perusahaan. Jika etika menjadi nilai dan keyakinan yang
terinternalisasi dalam budaya perusahaan, maka akan berpotensi menjadi dasar
kekuatan perusahaan dan akhirnya akan berpotensi menjadi stimulus dalam
peningkatan kinerja karyawan. Terdapat pengaruh yang
signifikan antara etika seseorang dari tingkatan manajer terhadap tingkah laku
etis dalam pengambilan keputusan.
Kemampuan seorang profesional untuk dapat mengerti dan pekau terhadap adanya masalah etika
dalam profesinya sangat dipengaruhi oleh lingkungan, sosial budaya, dan
masyarakat dimana dia berada. Budaya
perusahaan memberikan sumbangan yang sangat berartiu terhadap perilaku etis.
Perusahaan akan menjadi lebih baik jika mereka membudayakan etika dalam lingkungan
perusahaannya.
Kendala
Mewujudkan Kinerja Bisnis
Pencapaian
tujuan etika bisnis di Indonesia masih berhadapan dengan beberapa masalah dan
kendala. Keraf(1993:81-83) menyebut beberapa kendala tersebut yaitu:
1. Standar moral para pelaku bisnis pada
umumnya masih lemah.
Banyak di
antara pelaku bisnis yang lebih suka menempuh jalan pintas, bahkan menghalalkan
segala cara untuk memperoleh keuntungan dengan mengabaikan etika bisnis,
seperti memalsukan campuran, timbangan, ukuran, menjual barang yang
kadaluwarsa, dan memanipulasi laporan keuangan.
2. Banyak perusahaan yang mengalami konflik
kepentingan.
Konflik
kepentingan ini muncul karena adanya ketidaksesuaian antara nilai pribadi yang
dianutnya atau antara peraturan yang berlaku dengan tujuan yang hendak
dicapainya, atau konflik antara nilai pribadi yang dianutnya dengan praktik
bisnis yang dilakukan oleh sebagian besar perusahaan lainnya, atau antara
kepentingan perusahaan dengan kepentingan masyarakat. Orang-orang yang kurang
teguh standar moralnya bisa jadi akan gagal karena mereka mengejar tujuan
dengan mengabaikan peraturan.
3. Situasi politik dan ekonomi yang belum
stabil.
Hal ini
diperkeruh oleh banyaknya sandiwara politik yang dimainkan oleh para elit
politik, yang di satu sisi membingungkan masyarakat luas dan di sisi lainnya
memberi kesempatan bagi pihak yang mencari dukungan elit politik guna
keberhasilan usaha bisnisnya. Situasi ekonomi yang buruk tidak jarang
menimbulkan spekulasi untuk memanfaatkan peluang guna memperoleh keuntungan
tanpa menghiraukan akibatnya.
4. Lemahnya penegakan hukum.
Banyak
orang yang sudah divonis bersalah di pengadilan bisa bebas berkeliaran dan
tetap memangku jabatannya di pemerintahan. Kondisi ini mempersulit upaya untuk
memotivasi pelaku bisnis menegakkan norma-norma etika.
5. Belum ada organisasi profesi bisnis dan
manajemen untuk menegakkan kode etik bisnis dan manajemen. Organisasi seperti
KADIN beserta asosiasi perusahaan di bawahnya belum secara khusus menangani
penyusunan dan penegakkan kode etik bisnis dan manajemen.
Sumber :
http://www.wikipedia.com
http://rumah-akuntansi.blogspot.co.id/2014/09/makalah-etika-bisnis-tujuan-etika
bisnis.html
http://winasr.blogspot.co.id/2013/10/perilaku-etika-dalam-bisnis.html
No comments:
Post a Comment