Monday, December 14, 2015

HUBUNGAN PERUSAHAAN DENGAN STAKEHOULDER, LINTAS BUDAYA DAN POLA HIDUP, AUDIT SOSIAL



 Bentuk Stakehoulder 

Pengertian stakeholder dalam konteks ini adalah tokoh – tokoh masyarakat baik formal maupun informal, seperti pimpinan pemerintahan (lokal), tokoh agama, tokoh adat, pimpinan organisasi social dan seseorang yang dianggap tokoh atau pimpinan yang diakui dalam pranata social budaya atau suatu lembaga (institusi), baik yang bersifat tradisional maupun modern
                 Istilah stakeholders sudah sangat populer. Kata ini telah dipakai oleh banyak pihak dan hubungannnya dengan berbagi ilmu atau konteks, misalnya manajemen bisnis, ilmu komunikasi, pengelolaan sumberdaya alam, sosiologi, dan lain-lain. Lembaga-lembaga publik telah menggunakan secara luas istilah stakeholder ini ke dalam proses-proses pengambilan dan implementasi keputusan. Secara sederhana, stakeholder sering dinyatakan sebagai para pihak, lintas pelaku, atau pihak-pihak yang terkait dengan suatu issu atau suatu rencana.

Macam – macam Stakeholder.
           Berdasarkan kekuatan, posisi penting, dan pengaruh stakeholder terhadap suatu issu, stakeholder dapat diketegorikan kedalam beberapa kelompok yaitu stakeholder primer, sekunder dan stakeholder kunci.
1.      Stakeholder Utama (Primer)
            Stakeholder utama merupakan stakeholder yang memiliki kaitan kepentingan secara langsung dengan suatu kebijakan, program, dan proyek. Mereka harus ditempatkan sebagai penentu utama dalam proses pengambilan keputusan.
Contohnya :
            Masyarakat dan tokoh masyarakat, masyarakat yang terkait dengan proyek, yakni masyarakat yang di identifkasi akan memperoleh manfaat dan yang akan terkena dampak (kehilangan tanah dan kemungkinan kehilangan mata pencaharian) dari proyek ini. Sedangkan tokoh masyarakat adalah anggota masyarakat yang oleh masyarakat ditokohkan di wilayah itu sekaligus dianggap dapat mewakili aspirasi masyarakat. Di sisi lain, stakeholders utama adalah juga pihak manajer Publik yakni lembaga/badan publik yang bertanggung jawab dalam pengambilan dan implementasi suatu keputusan.
2.      Stakeholder Pendukung (Sekunder)
            Stakeholder pendukung (sekunder) adalah stakeholder yang tidak memiliki kaitan kepentingan secara langsung terhadap suatu kebijakan, program, dan proyek, tetapi memiliki kepedulian (concern) dan keprihatinan sehingga mereka turut bersuara dan berpengaruh terhadap sikap masyarakat dan keputusan legal pemerintah.
Yang termasuk dalam stakeholders pendukung (sekunder) :
1.      Lembaga(Aparat) pemerintah dalam suatu wilayah tetapi tidak memiliki tanggung jawab langsung.
2.      Lembaga pemerintah yang terkait dengan issu tetapi tidak memiliki kewenangan secara langsung dalam pengambilan keputusan.
3.      Lembaga swadaya Masyarakat (LSM) setempat : LSM yang bergerak di bidang yang bersesuai dengan rencana, manfaat, dampak yang muncul yang memiliki concern (termasuk organisasi massa yang terkait).
4.      Perguruan Tinggi yakni kelompok akademisi ini memiliki pengaruh penting dalam pengambilan keputusan pemerintah serta Pengusaha (Badan usaha) yang terkait sehingga mereka juga masuk dalam kelompok stakeholder pendukung.
5.      Pengusaha (Badan usaha) yang terkait

3.      Stakeholder Kunci
            Stakeholder kunci merupakan stakeholder yang memiliki kewenangan secara legal dalam hal pengambilan keputusan. Stakeholder kunci yang dimaksud adalah unsur eksekutif sesuai levelnya, legislatif dan instansi. Stakeholder kunci untuk suatu keputusan untuk suatu proyek level daerah kabupaten.
Yang termasuk dalam stakeholder kunci yaitu :
1.      Pemerintah Kabupaten
2.      DPR Kabupaten
3.      Dinas yang membawahi langsung proyek yang bersangkutan.

Komponen Stakeholder Pendidikan
o    Masyarakat lokal (ada anggapan pendidikan hanya tanggungjawab pemerintah, sehingga desentralisasi pendidikan belum dimaknai oleh masyarakat sebagai pengembangan kemajuan pendidikan). UU No 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah telah mengilhami otonomi pendidikan di daerah. Namun dalam tahun 2006 muncul apa yang kita kenal Ujian Nasional, padahal konsep tersebut cenderung konsep penyeragaman budaya yang berbeda. Bukankah pendidikan yang demokratis adalah pendidikan yang memberikan kebebasan bagi daerah untuk menyesuaikan dengan perkembangan daerahnya serta apakah pengelolaan sumberdaya alam dan sumberdaya manusia yang di daerah dapat disamaratakan kualitasnya. Fungsi pendidikan kekinian adalah transisi iptek dan masyarakat masa depan yang menghargai kebhinekaan dan keragaman pendapat.
o    Orang tua (selalu beranggapan sekolah saja tempat pendidikan, sehingga kurang serius memperhatikan kemajuan anak baik secara behavior maupun psikologis). Peserta didik lebih cenderung terbentuk dari karakter proses kehidupan dalam keluarga, sekolah lebih cenderung memberikan pengetahuan saja. Namun sangat disayangkan bahwa kondisi orangtua dalam masyarakat Indonesia masih hidup terbelakang baik secara ekonomi maupun kesehatan (kurang gizi), serta kerja yang serabutan, sehingga dapat kita bayangkan bagaimana generasi yang dihasilkannya dalam rangka peningkatan pendidikan non-formal anak disamping pendidikan di sekolah.
o    Peserta didik (belum sepenuhnya peserta didik dari berbagai tingkatan yang tertampung, sehingga berdampak pada jumlah anak putus sekolah karena biaya tinggi dan juga kurang didukung oleh faktor pendekatan pisik (gizi) dan pendekatan psikis.
o    Negara (dari segi material bahwa negara belum menempatkan pos khusus untuk pendidikan, dan kesannya dana pendidikan disediakan secara tambal sulam, jelas kita akan mengetahui apa hasil pendidikan dengan dana terbatas. Siap atau tidak siap, pendidikan di daerah memerlukan perhatian serius terutama dalam pengelolaan sumberdaya alam dan pemanfaatan sumberdaya manusia di daerah. Selanjutnya dana pendidikan 20% yang dianggarkan dalam APBN/APBD masih sebatas wacana, kalaupun ada biaya murah atau gratis biaya pendidikan di daerah-daerah tertentu, kesannya dipaksakan untuk populis saja bahkan untuk menarik simpati partai politik pendukung saja bukan sebagai bentuk perencanaan pendidikan yang matang.
o    Pengelola profesi pendidikan (cenderung menyelenggarakan pendidikan bukan motiv mencerdaskan tetapi profit oriented atau bisnis sehingga pendidikan terkesan mahal, sementara pendidikan formal yang disediakan negara sangat terbatas menampung peserta didik). Dikawatirkan oleh Neils Postman seorang pemikir pendidikan dunia, akan terjadi apa yang dinamakan teacher as as subversive activity. Untuk itu sekolah harus bisa menjadi alat kontrol cita-cita kemajuan bangsa sesuai filsafat pendidikan dan arah kebijakan pembangunan nasional yang diamanatkan dalam pembukaan UUD 45.

STEREOTYPE, PEJUDICE, STIHMA SOSIAL
Stereotipe adalah penilaian terhadap seseorang hanya berdasarkan persepsi terhadap kelompok di mana orang tersebut dapat dikategorikan. Stereotipe merupakan jalan pintas pemikiran yang dilakukan secara intuitif oleh manusia untuk menyederhanakan hal-hal yang kompleks dan membantu dalam pengambilan keputusan secara cepat.
Prasangka (pejudice) berarti membuat keputusan sebelum mengetahui fakta yang relevan mengenai objek tersebut. Awalnya istilah ini merujuk pada penilaian berdasar ras seseorang sebelum memiliki informasi yang relevan yang bisa dijadikan dasar penilaian tersebut. Selanjutnya prasangka juga diterapkan pada bidang lain selain ras. Pengertiannya sekarang menjadi sikap yang tidak masuk akal yang tidak terpengaruh oleh alasan rasional.
Stigma sosial adalah tidak diterimanya seseorang pada suatu kelompok karena kepercayaan bahwa orang tersebut melawan norma yang ada. Stigma sosial sering menyebabkan pengucilan seseorang ataupun kelompok.

MENGAPA PERUSAHAAN HARUS BERTANGGUNG JAWAB
Tanggung jawab Sosial Perusahaan atau Corporate Social Responsibility (selanjutnya dalam artikel akan disingkat CSR) adalah suatu konsep bahwa organisasi, khususnya (namun bukan hanya) perusahaan adalah memiliki suatu tanggung jawab terhadapkonsumen, karyawan, pemegang saham, komunitas dan lingkungan dalam segala aspek operasional perusahaan.
Agar perusahaan mendapat  citra positif  di mata masyarakat dan pemerintah . Kegiatan perusahaan dalam jangka panjang akan dianggap sebagai kontribusi positif di masyarakat. Selain membantu perekonomian masyarakat, perusahaan juga akan dianggap bersama masyarakat membantu dalam mewujudkan keadaan lebih baik di masa yang akan dating.

Komunitas Indonesia dan Etika Bisnis
Komunitas bisnis menyadari betapa pentingnya etika bisnis dijalankan sepenuh hati, maka langkah berikutnya adalah berupaya terus-menerus tanpa kenal lelah meningkatkan kinerja etika bisnisya. Untuk menopang langkah tersebut perlu dikaji terlebih dahulu unsur-unsur pokoknya, sebagai berikut:
1.         Apakah terdapat perpaduan harmonis antara penetapan visi, misi, dan tujuan organisasi dengan keberpihakan manajer puncak terhadap nilai-nilai etikal yang berlaku.
2.         Hadirnya profil ketangguhan karakter dan moralitas pribadi sang manajer berikut para pekerjanya.
3.         Kegigihan mengkristalisasikan nilai-nilai aktual seputar kehidupan keseharian yang berkenaan dengan aturan-aturan tradisi, persepsi kolektif masyarakat, dan kebiasaan-kebiasaan rutin praktik bisnis yang lazim berlaku, untuk ‘dibenturkan’ dengan kecenderungan iklim etika saat itu, lalu kemudian diadopsikan secara sistemik ke dalam perwujudan konsep-konsep stratejikal dan taktikal demi capaian membentuk budaya organisasi yang unggul.

Dampak Tanggung Jawab Sosial Perusahaan
anggung Jawab Sosial Perusahaan, apabila dilaksanakan dengan benar, akan memberikan dampak positif bagi perusahaan, lingkungan, termasuk sumber daya manusia, sumber daya alam dan seluruh pemangku kepentingan dalam masyarakat. Perusahaan yang mampu sebagai penyerap tenaga kerja, mempunyai kemampuan memberikan peningkatan daya beli masyarakat, yang secara langsung atau tidak, dapat mewujudkan pertumbuhan lingkungan dan seterusnya. Mengingat kegiatan perusahaan itu sifatnya simultan, maka keberadaan perusahaan yang taat lingkungan akan lebih bermakna.
Pada dasarnya setiap kegiatan perusahaan yang berhubungan dengan sumber daya alam, pasti mengandung nilai positif, baik bagi internal perusahaan maupun bagi eksternal perusahaan dan pemangku kepentingan yang lain. Meskipun demikian nilai positif tersebut dapat mendorong terjadinya tindakan-tindakan dan perbuatan-perbuatan yang akhirnya mempunyai nilai negatif, karena merugikan lingkungan, masyarakat sekitar atau masyarakat lain yang lebih luas. Nilai negatif yang dimaksud adalah seberapa jauh kegiatan perusahaan yang bersangkutan mempunyai potensi merugikan lingkungan dan masyarakat. Atau seberapa luas perusahaan lingkungan terjadi sebagai akibat langsung dari kegiatan perusahaan.

MEKANISME PENGAWASAN TINGKAH LAKU
Mekanisme Pengawasan Tingkah Laku Mekanisme dalam pengawasan terhadap para karyawan sebagai anggota komunitas perusahaan dapat dilakukan berkenaan dengan kesesualan atau tidaknya tingkah laku anggota tersebut denga budaya yang dijadikan pedoman korporasi yang bersangkutan.
Mekanisme pengawasan tersebut berbentuk audit sosal sebagai kesimpulan dari monitoring dan evaluasi yang dilakukan sebelumnya. Monitoring da evaluasi terhadap tingkah laku anggota suatu perusahaan atau organisasi pada dasarnya harus dilakukan oleh perusahaan yang bersangkutan secara berkesinambugan. Monitoring yang dilakuka sifatnya berjangka pendek sedangkan evaluasi terhadap tingkah laku anggota perusahaan berkaitan dengan kebudayaan yang berlaku dilakukan dalam jangka panjang.
Hal dari evaluas tersebut menjadi audit sosial.Pengawasa terhadap tingkah laku dan peran karyawan pada dasarnya untuk menciptakan kinerja karyawan itu sendiri yang mendukung sasaran dan tujuan dari proses berjalannya perusahaan. Kinerja yang baik adalah ketika tindakan yang diwujudkan sebagai peran yang sesuai dengan status dalam pranata yang ada dan sesuai dengan budaya perusahaan yang bersangkutan. Oleh karena itu, untuk mendeteksi apakah budaya perusaaan telah menjadi bagian dalam pengetahuan budaya para karyawannya dilakukan audit sosal dan sekaligus merencanakan apa aja yang harus dilakukan oleh perusahaan untuk menguatkan nilai-nilai yang ada agar para karyawan sebagai anggota perusahaan tidak memunculkan pengetahuan budaya yang dimilikinya di luar lingkungan perusahaan.
Dalam kehdupan komunitas atau komunitas secara umum, mekanismne pengawasan terhadap tindakan anggota-anggota komunitas biasanya berupa larangan-larangan dan sanksi-sanksi sosial yang terimplementasi di dalam atura adat. Sehingga tam[pak bahwa kebudayaan menjadi sebuah pedoman bagi berjalannya sebuah proses kehidupan komunitas atau komunitas. Tindaka karyawan berkenaan dengan perannya dalam pranata sosial perusahaan dapat menen tukan keberlangsungan aktivitas.

No comments:

Post a Comment